Suatu hari di sebuah kerajaan, terdapat seorang raja yang sedang terbaring sakit di atas kasurnya. Lemah dan lunglai. Tak berdaya melakukan apa pun. Dia pun sedang menghadapi proses sakaratul maut. Ia pun memerintahkan ajudannya untuk memanggil seluruh istrinya.
Setelah mereka semua berkumpul, raja pun menanyakan satu per satu istrinya. Yang pertama kali ditanyakan adalah istri keempat.
“Wahai istriku, aku takut sendiri di akhirat. Maukah engkau pergi membersamaiku ke sana?”
Istri keempat yang sering dibelikan emas, berlian, pakaian indah, perawatan badan itu pun menjawab dengan lugas, “Maaf, aku tidak bisa.” Ia pun pergi meinggalkan sang raja yang masih terkapar di atas kasurnya.
Kemudian raja pun bertanya pada istri yang sangat ia banggakan ke kerajaan-kerajaan lain karena keindahannya.
“Wahai istriku, maukah engkau pergi bersamaku ke akhirat?”
Istri ketiganya pun tersenyum. Menarik napas dengan tenang, “Maaf sayang, memang aku sangat mencintaimu. Namun jika kamu telah tiada, maka aku akan menikah kembali.”
Sama seperti istri keempat, ia pun juga meninggalkan sang raja.
Raja pun bertanya pada istri kedua yang selama ini paling sabar merawatnya dan selalu ada untuk sang raja di saat suka maupun duka.
“Wahai istriku, maukah engkau..”
Belum lagi sang raja selesai bertanya, istri ketiganya sudah angkat bicara.
“Maaf sayangku, memang selama ini aku selalu ada untukmu. Di saat bahagia maupun sedih. Namun maaf untuk kali ini aku tidak bisa. Tapi tenang, aku akan mengurus acara pemakamanmu dan mengantarkanmu ke liang lahat. Aku tidak bisa ikut pergi ke akhirat bersamamu.”
Tak terasa air mata sang raja menetes dari kedua matanya. Ia begitu sedih karena tak ada seorang istri yang mau menemaninya pergi ke akhirat.
Di saat tangis raja semakin membuncah, istri pertamanya yang paling jarang dirawat dan diperhatikan olehnya, tiba-tiba masuk ke kamarnya. Ia pun berkata, “Wahai kasihku, aku siap membersamaimu kemana pun engkau pergi. Aku tidak begitu peduli seberapa jauh jarak tujuannya. Aku akan selalu bersamamu. Karena aku adalah separuh jiwamu.”
Mendengar ucapan istri pertamanya, sang raja diam tak bergeming.
“Sungguh?” Tanya sang raja meyakinkan.
Istri pertamanya pun tersenyum dan mengangguk. Tanda mempertegas ucapannya. Kemudian air matanya kembali merembes karena terharu. Ia sangat-sangat menyesal karena jarang merawat dan memperhatikan istri pertamanya. Selama ini, ia hanya memberikan perhatian ala kadarnya pada istri pertamanya yang padahal paling tulus di antara istri-istri yang lain. Terkadang sempat alpa dalam pemberiannya. Akhirnya, raja pun dapat mengakhiri hidupnya dengan sedikit lega.
Pesan moral dari cerita di atas adalah, sebenarnya setiap kita memiliki empat istri atau pasangan.
Istri keempat menggambarkan pakaian, perhiasan, dan aksesoris yang sering kita pakai. Semua akan diam saat kita meninggal. Tak dapat menemani kita di akhirat.
Istri ketiga menggambarkan harta benda yang dikumpulkan dengan susah payah, kemudian suka menjadi alat kebanggan diri di hadapan orang lain. Saat kita tiada, semua pun tak berarti. Yang ada adalah semuanya dibagi-bagikan ke orang lain sebagai hak waris.
Istri kedua menggambarkan kerabat dan sanak famili kita. Memang, mereka selalu menemani kita di saat suka mau pun duka. Ia akan mengurus jenazah kita dan akan mengantar kita ke liang lahat. Hanya sebatas itu. Tidak lebih.
Istri pertama menggambarkan jiwa kita. Inilah yang paling jarang diperhatikan oleh manusia pada umumnya. Padahal ialah yang akan menemani kita di akhirat kelak.
Banyak di antara manusia, tidak mendirikan sholat, melalaikan sholat, jarang atau bahkan tidak mengaji, dan melakukan amalan kebaikan baik yang wajib mau pun yang sunnah lainnya. Mereka hanya mengejar harta benda, posisi, pengakuan, hanya mencari kesenanganan dan melakukan kesibukan tiada batas. Dan yang terjadi adalah kekosongan jiwa.
Mengumpulkan harta itu tidak masalah. Memenuhi keinginan hasrat pun tidak masalah. Belajar sebanyak-banyak pun apa lagi, tak masalah. Namun perlu diingat, memberi asupan makan tidak hanya berlaku untuk badan, namun juga pada jiwa, ia harus diberi asupan gizi yang cukup agar sehat dan kuat. Maka luangkan waktu untuk rehat sejenak dengan sholat lima waktu. Luangkan waktu berdzikir pada-Nya. Luangkan waktu untuk sendiri dan berdiam diri. Luangkan waktu untuk tilawah Al Quran. Luangkan waktu untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang akan membuat hati menjadi tenang.
Luangkan waktumu. Kasih jiwamu makanan. Kasih jiwamu asupan gizi dan nutrisi. Dengan demikian, hidup akan terasa jauh lebih bermakna.
Aku memiliki empat istri. Aku akan adil kepada mereka semua. Selamat menjadi lebih baik!
Komentar
Posting Komentar