sumber poto: http://asysyariah.com/
Menururt Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah dalam kitab Lum’atul I’tiqâd hlm. 114, “Di antara sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah Dia Maha (kuasa) berbuat apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya dan tidak ada yang luput dari kehendak-Nya. Tidak ada sesuatu pun di alam ini yang lepas dari takdir-Nya dan semuanya terjadi dengan pengaturan-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun yang (mampu) melepaskan diri dari takdir yang ditentukan-Nya dan melampaui ketentuan yang telah dituliskan-Nya dalam Lauhul Mahfuzh. Dia Azza wa Jalla Maha menghendaki semua yang dilakukan oleh seluruh makhluk di alam semesta. Seandainya Dia Azza wa Jalla berkehendak menjaga mereka semua, niscaya mereka tidak akan melanggar perintah-Nya, dan seandainya Dia Azza wa Jalla menghendaki mereka semua menaati-Nya, niscaya mereka akan menaati-Nya. Allâh lah yang menciptakan semua makhluk beserta semua perbuatan mereka, menakdirkan (menetapkan) rezki dan ajal mereka. Allâh lah yang memberikan hidayah (petunjuk) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah[3]-Nya.”
Adapun definisi takdir adalah ketentuan Allah yang ditetapkan sejak zaman azali (dahulu). Dalam bahasa Indonesia takdir disebut nasib. Dalam bahasa Arab takdir disebut dalam dua kata yaitu qadha dan qadar. Kedua kata ini bermakna sama (sinonim) tapi ada juga yang memberi makna berbeda.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Allah SWT telah menetapkan tiga perkara takdir, yaitu kematian, rezeki, dan jodoh pada tiap manusia sebelum ia lahir ke muka bumi. Namun biar begitu, bukan berarti tiga ketetapan Allah tersebut tidak dapat berubah.
Dikisahkan pada dahulu kala, ketika seorang pemuda baru beranjak dari perjumpaan bersama Nabi Ibrahim a.s.,malaikat maut bertanya pada Nabi, siapa pemuda itu. Kemudian Nabi Ibrahim a.s. menjawab pemuda itu adalah sahabat sekaligus muridnya.
Kedatangan pemuda tersebut bertujuan untuk mengabari Nabi bahwa ia akan melangsungkan akad nikah pada esok paginya.
“Wahai Ibrahim, sayang sekali, umur anak itu tidak akan sampai esok pagi.” Ujar malaikat pada Nabi.
Nyaris saja Nabi Ibrahim bergegas menuju pemuda tersebut untuk mengatakan bahwa ajalnya hanya sampai pada esok pagi setelah malaikat maut pergi, Namun Nabi Ibrahim memilih diam. Ia beranggapan bahwa kematian adalah rahasia Allah SWT.
Hari pun berganti. Matahari pun menjadi saksi atas pernikahan pemuda tersebut. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, hingga usia pemuda tersebut sampai 70 tahun, barulah ajalnya diambil. Lantas, Nabi pun bertanya pada malaikat apakah ia telah menipunya kala itu.
Kemudian malaikat pun menyampaikan bahwa ia tertahan dari perintah tersebut sewaktu ia akan menjalankan tugas.
“Wahai Ibrahim, di malam menjelang perkawinannya, anak muda tersebut menyedekahkan separuh dari kekayaannya. Dan ini yang membuat Allah memutuskan untuk memanjangkan umur anak muda tersebut, hingga engkau masih melihatnya hidup.”
Maha Besar Allah atas segala ketetapan-Nya. Dengan bersedekah, takdir dapat berubah.
Di lain kisah, seorang sahabat Nabi bertanya pada Umar bin Khottob, jika seseorang berada si suatu daerah yang terkena wabah, kemudian orang tersebut keluar dari daerah tersebut dengan tujuan untuk terhindar dari wabah, apakah tindakan tersebut melawan takdir.
Kemudian Khalifah Umar menjawab, ketetapan takdir memang milik Allah SWT. Ketika seseorang keluar dari suatu takdir, maka ia sedang menuju kepada takdir yang lain.
Dan masih banyak lagi kisah mengenai takdir yang berubah. Dapat kita simpulkan bahwa hidup ini memang telah Allah tetapkan takdirnya pada setiap manusia. Namun bukan berarti, seorang manusia pasrah dengan yang telah ditakdirkan. Terdapat 3 amalan yang dapat merubah takdir, yaitu sedekah, silaturrohim, dan berdoa.
Ketika seseorang dilahirkan dari keluarga yang miskin atau kaya, orang desa atau orang kota, maka itu bukan suatu kesalahan. Itu adalah garis perjalanan hidup yang harus dimulainya. Allah SWT memberikan pilihan kepada setiap manusia untuk menentukan jalan hidupnya.
Menjadi orang yang kayakah?
Menjadi orang yang cukupkah?
Menjadi orang yang miskinkah?
Itu semua adalah pilihan. Bukan kewajiban. Yang wajib adalah harus memperjuangkan hidup. Karena hidup ini harus dimenangkan. Dobrak setiap rantai membelenggu hari-hari kita.
Jangan lupa untuk selalu bersedekah, berdoa, dan silaturrohim, niscaya hidup ini akan dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan-Nya.
Komentar
Posting Komentar