Sumber gambar:https://fanzlive.com/how-the-internet-is-structured/
Dahulu, orang membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyampaikan pesan, menempuh jarak berartus-ratus kilo untuk menemui seseorang, kini dengan kehadiran teknologi internet semua dapat terjadi dalam hitungan detik. Manusia seperti berada dalam lipatan waktu dan bumi. Dengan satu klik, mereka dapat memperoleh apa yang mereka mau di depan layar. Teknologi internet di Indonesia terus mengalami perkembangan dan semakin masif dari tahun ke tahunnya. Masyarakat Indonesia yang didominasi oleh generasi muda mempermudah penetrasi teknologi internet untuk semakin populer dan mewarnai kehidupan masyarakat. DS Annual Startup Report 2015 melaporkan bahwa pengguna aktif ponsel telah mencapai 281,9 juta pengguna dari total 257.9 juta penduduk Indonesia. Tentu angka yang cukup fantastis. Jumlah tersebut menggambarkan bahwa setiap orang di Indonesia memegang ponsel sebanyak 1,13 unit. Terdapat 1 dari 3 anggota keluarga Indonesia adalah pengguna internet.
Internet hadir dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Banyak hal yang terbantu dengan kehadiran internet, seperti sebagai media transaksi, pencarian kerja, layanan publik, hiburan, bersosialisasi dan masih banyak lagi. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa 89,9 pengguna smartphone biasa menggunakan internet untuk browsing. Sedangkan alasan utama dari penggunaan internet adalah untuk melakukan up dateinformasi. Beralih ke durasi penggunaan, orang Indonesia dikenal sudah kecanduan menggunakan gadget. Lebih dari 55% mengakses internet lebih dari 6 jam setiap hari. Melalui internet, mereka bisa melakukan banyak aktifitas di dunia maya. Penggunaan televisi pun kian mulai berkurang. Mereka cenderung mencari berita, dan hiburan pada layar ponselnya. Ketika tayagan berita di televisi yang memonopoli dan menggiring publik ke satu opini dan sering berhawa tendensius, internet hadir sebagai angin segar dimana setiap individu dapat berperan dalam penyebaran informasi. Berdasarkan data APJII, terdapat 129,2 juta penduduk Indonesia yang memiliki media sosial. Hal ini dapat menjadi pencerdasan dimana publik ikut mengambil peran dalam penyebaran kebaikan atau pun medsos digunakan untuk mengklarifikasi suatu hal pada publik. Fakta tidak akan bisa dibohongi dan ditutupi karena sekarang adalah zaman yang sangat terbuka dimana media sosial memiliki peran signifikan dalam penyebaran informasi dan membentuk opini publik. Namun di sisi lain, internet khususnya media sosial juga tidak jarang digunaan untuk hal yang negatif seperti, sarana memfitnah, penyebaran kebencian, menipu informasi, propaganda, hoax, atau pun profokasi yang berbau SARA. Banyak oknum maya atau sering disebut dengan istilah buzzer yang sengaja ditugaskan untuk menyebarkan kebencian, fitnah, dan hoax agar suasana sosial masyarakat menjadi gaduh. Akibatnya, timbulnya social gap pada kehidupan masyarakat. Aktifitas dunia maya telah memberi pengaruh pada kehidupan nyata. Gara-gara debat kusir di dunia maya, seseorang dapat bertemu dengan orang lain hanya untuk berkelahi. Gara-gara dunia maya pula, tetangga yang pada mulanya rukun dapat berselisih dikarenakan arus informasi negatif yang mereka terima, dan masih banyak peristiwa yang terjadi. Sering kali perdebatan di media sosial adalah perihal keyakinan atau agama.
Sejatinya Indonesia adalah bangsa yang besar. Berbagai suku, agama, budaya tersebar dari Sabang hingga Marauke. Orang asing mengatakan bahwa Indonesia adalah surga. Selama bertahun-tahun masyarakat Indonesia yang majemuk hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, , dan 0,13% agama lainnya. Hal tersebut akan jarang ditemui di beberapa tempat di luar sana. Namun karena informasi di media sosial, banyak orang lebih senang mengikuti tendensi ketimbang akal jernihnya. Sebagian gagap dengan informasi yang diterima tanpa mengecek terlebih dahulu kebenarannya. Padahal Indonesia telah menjadi rumah bagi setiap pemeluk agama.
Kebanyakan orang sering menggunakan persepsi dan definisi yang berbeda saat memulai suatu pembahasan sehingga akan sulit menemukan titik temu akhir. Masyarakat tidak cukup dengan penggunaan ponsel cerdasnya/smart phone akan tetapi sang penggunan harus cerdas dan bijak pula dalam penggunaannya/ smart users. Setiap pemeluk agama berhak untuk meyakini kebenaran agama yang dianutnya serta menjalankannya dengan merdeka dan tidak harus diikuti oleh pemeluk agama lain. Sebagai contoh, umat Hindu meyakini agama mereka adalah agama yang paling benar. Adapun sebutan selain umat Hindu adalah Maitrah. Begitu pun dengan umat Islam, mereka juga meyakini bahwa agama merekalah yang paling benar. Sebutan selain umat Islam adalah kafir. Bagi umat Budha agama merekalah yang paling benar, sedangkan sebutan untuk non Budha adalah Abrahmacariyavasa. Begitu pun bagi umat Kristiani, selain mereka adalah domba-domba yang tersesat dimana mereka harus diselamatkan. Bagi umat Yahudi, selain mereka adalah Amelek, ia adalah ungkapan untuk bangsa yang tidak layak hidup di muka bumi dan diperbolehkan untuk dibunuh. Apakah hal tersebut suatu masalah? Tentu saja bukan, karena agama memiliki ruang pada sanubari manusia yang tidak harus diikuti oleh manusia lainnya. Perlu pikiran yang bijak dalam mencerna setiap informasi yang diterima dari dunia maya atau internet. Apabila tidak tahu atas suatu informasi, maka tanyakanlah kepada pakarnya atau cari sumber-sumber yang terpercaya.
Penggunaan teknologi internet seyogyanya memajukan penggunannya, bukan malah mengkerdilkannya. Karena internet itu seperti pisau, ia dapat membawa manfaat dan juga membawa laknat manakala digunakan tidak cermat. Pemuda yang notabenenya populasi terbanyak di Indonesia harus mampu menggunakan teknologi internet khususnya sosial media untuk hal-hal yang postif, seperti untuk kampanye sosial, menjadi referensi inspirasi, wadah pembelajaran, pusat informasi, dan masih banyak lagi hal-hal yang memberi dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, perlu adanya filter dari derasnya arus informasi yang berlalu-lalang di dunia maya. Pengguna yang cerdas akan memeriksa kebenaran pesan atau informasi yang mereka terima sebelum percyai dan juga tidak terlibat dalam arus negatif yang masif di dunia maya. Indonesia itu terlalu besar untuk dikotak-kotakkan. Ia tetap tumbuh dan besar selama bumi masih berputar. Perbedaan adalah wajar dan itu merupakan hal yang tidak dapat dipersatukan, melainkan dipersaudarakan. Mari tetap menjaga toleransi. Mari gunakan teknologi internet untuk kemajuan berbangsa dan bernegara. Mari menjaga persaudaraan dan menghormati setiap anak bangsa Indonesia. Karena kita Bhineka Tunggal Ika.
Komentar
Posting Komentar