Langsung ke konten utama

Hutang Negara dan Upaya Mengatasinya




Tangisan bayi bersahutan setiap menitnya. Dari rumah sakit ke rumah sakit di seantaro negeri. Terus bersambug. Pertiwi adalah bayi yang lahir ke 999 pada hari Jum’at ini, tepatnya pada pukul 23.58 WIB. Itu artinya masih ada 1 bayi lagi yang akan lahir pada hari itu, meramaikan pendataan sensus penduduk Indonesia. Ada dua kemungkinan mengapa mereka menangis, pertama karena dia merasa bahagia karena telah berhasil keluar dari rahim ibunya yang sempit. Kedua ia tahu bahwa ia telah memiliki utang sebesar Rp. 20.500.000, terhitung sejak detik pertama menghirup udara Indonesia. Ketika pemerintah yang menua “asik membangun negara”, ada bayi yang lahir dengan beban yang harus dipikulnya. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2019 sebesar 391,8 miliar dollar AS atau sekitara Rp 5.485,2 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS).

Pada dasarnya, utang dapat dikategorikan positif, manakala digunakan untuk sektor yang produktif. Namun, hal tersebut akan menjadi negatif jika digunakan pada sektor yang kontra produtif. Sama halnya dalam konteks negara, utang harus digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Utang timbul karena konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. Itu sah saja. Akan tetapi, kegiatan berutang harus memperhatikan batas kewajaran dan kemampuan membayarnya.

Mari lihat data pertumbuhan utang Indoensia dari masa ke masa.



Lembaga pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I) mengatakan bahwa Indonesia masuk dalam kategori risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang tersebut tidak berisiko membahayakan negara serta menjadikan Indonesia sebagai negara layak investasi. Ya, akan selalu ada opini yang  membenarkan pemerintah untuk berutang dalam jumlah yang besar. Pada Agustus 2019, firma konsultan global, McKinsey & Co menerbitkan laporan sembilan halaman berjudul “Signs of Stress in The Asian Financial System”. Lewat laporan tersebut, McKinsey memperingatkan negara-negara Asia Pasifik agar mewaspadai terulangnya krisis ekonomi dan krisis utang Asia yang pernah terjadi pada 1997 silam. Salah satu resiko yang diperingatkan oleh McKinsey adalah meningkatnya utang di 23 ribu korporasi di sebelas negara Asia Pasifik. Ternyata, terdapat 32 persen dari utang perusahaan di Indonesia dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5. ICR merupakan indikator kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar bunga utang.

Kewaspadaan terhadap utang itu perlu. Suatu negara yang mayoritas pendanaannya dibangun dan dijalankan dari utang akan membawa ancaman, dan  tentu tidak baik. Hal tersebut akan berimbas pada terbelenggunya gerak leluasa negara karena banyak pihak yang telah menaruh kepentingan. Oleh karena itu, generasi muda Indonesia selaku pelanjut estafet kepemimpinan masa depan seyogyanya sudah mulai berpikir bahwa negara beserta isinya adalah tanggug jawab semua generasi, khususnya yang akan menikmati tanah, air, udaranya di kemudian hari. Menyelesaikan persoalan utang negara memang tidak mudah. Perlu kesadaran dan kerjasama dari berbagai pihak secara terus-menerus dan berkelanjutan, baik dari pemerintah, swasta hingga sipil. Bagi yang akan bergerak di lini pemerintahan dapat membuat kebijakan untuk menguatkan kegiatan ekonomi yang produktif dan tepat sasaran ke berbagai lini dengan diikuti memperbanyak jumlahnya, sehingga dihasilkan pundi-pundi pemasukan negara untuk operasional mengelola seluruh daerah kekuasaannya. Bagi yang bergerak di luar pemerintahan, dapat berkontribusi dengan membangun bisnis yang kuat, yang berorientasi pada penguatan ekonomi negara, sehingga diharapakan ke depannya mampu berkolaborasi dengan pemerintah dalam menangani persoalan utang negara. Hadiah terkecil untuk negara adalah dengan tidak menjadi beban baginya, melainkan menjadi entitas yang mengambil peran dalam menyelesaikan pokok-pokok persoalan bangsa, yang mencintai setiap perjuangan merawat dan menjaganya Indonesia.



Referensi:
https://bisnis.tempo.co/read/1248358/utang-luar-negeri-naik-jadi-rp-5-534-triliun-bi-terkendali/full&view=ok
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190214172655-532-369381/terlilit-warisan-utang-jokowi-demi-infrastruktur
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/29/111800326/5-hal-yang-perlu-diketahui-tentang-utang-negara?page=all
https://money.kompas.com/read/2019/08/15/122806326/utang-luar-negeri-ri-naik-101-persen?page=all
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia-2019-mencapai-267-juta-jiwa
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/laju-pertumbuhan-penduduk-4-juta-per-tahun







Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Jenis Barang Laris Untuk Anak Boarding/Asrama/Pesantren

Siapa bilang kalo anak boarding itu gak bisa jualan. Salah besar kalo kamu berpresepsi seperti itu. Buktinya sudah banyak yang mencibanya dan berhasil. Sekarang giliran kamu. Untuk mengisi luang, ingin mencari pemasukan tambahan atau hanya sekedar menjalankan hobi, kamu bisa berjualan di lingkungan sekolahmu. Tapi..sebelum berjualan kamu harus mempunyai target pasar sehingga kamu mengetahui barang apa yang harus kamu jual. Baik, saya akan berbagi pengalaman kepada kamu barang apa saja yang kira-kira laku di lingkungan asrama/boarding. Ini berdasarkan pengalaman lho..  (sudah teruji)  1.   Jualan Makan Gopek-an Bagi pemula, kmau bisa mencoba berjualan makan ringan yang harganya murah, yang satuannya Rp. 500,- contoh barangnya seperti chocolates, Gerry, better, fullo, dll (bukan untuk promosi, Cuma contoh semata) jika kamu mengambil satu packnya ke agen makanan ringan, harganya kisaran Rp. 20.000,- dalam satu pack biasanya berisi 22 buah snack gopean. Walaupun unt...

Langkah-Langkah Menjadi Technopreneur

Buat kaum muda, jangan heran kalo sekarang orang-orang pada susah cari kerja. Soalnya jumlah lapangan kerja sudah tidak mampu menampung jumlah populasi penduduk yang kian bertambah. Sekedar informasi, kemajuan sebuah Negara itu dipengaruhi minimal dengan 2% entrepreneur . Saatnya kita beralih dari pencari kerja menjadi pencipta kerja. Tentunya dengan memanfaatkan teknologi modern kini. Berikut langkah-langkah untuk menjadi Technopreneur: 1. Pahami teknologi, seiring pesatnya perkembanganan teknologi, kita harus memahami penggunaan teknologi khususnya dunia maya. Dengan menggunakan internet, orang akan lebih mudah memasarkan barang dagangannya karena setiap harinya ada jutaan pengunjung internet. Sebagai contoh situs yang berselogan The large Indonesian Community, Kaskus. Dengan internet, orang bisa memasarkan barang ke seluruh penjuru tanpa harus mendatangi satu persatu. Cukup mudah bukan? 2. Kenali pasar, dalam berbisnis juga kita harus tau siapa yang akan membeli barang...

KEMBALI BANGKIT

Sumber gambar:  https://www.the1thing.com Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna. Ia bisa lebih mulia dari malaikat. Bisa pula lebih hina dari binatang. Padanya terdapat akal dan hati untuk berpikir dan merenungi sesuatu. Kadang bersemangat, kadang pula malas. Ya, itulah manusia, makhluk yang sewaktu-waktu dapat berubah keadaannya. Menjadi baik, pun sebaliknya, menjadi buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita sering   melihat kejadian tersebut pada orang-orang di sekeliling kita. Suatu ketika, ia bisa begitu bersemangat ketika mengerjakan sesuatu, namun bisa malas untuk menyelesaikannya. Bisa jadi hal tersebut tidak jarang terjadi pada kita. Adapun perubahan kondisi manusia bukan tanpa sebab. Menurut IDN Times, hilangnya semangat atau motivasi disebabkan oleh beberapa hal berikut; merasa tidak ada progres yang baik, terlalu fokus sama kesalahan, takut gagal, bekerja terlalu keras, kebiasaan menunda-nunda, dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain...