Sobat muda,
Sebelum
masuk bahasan artikel ini, saya punya pertanyaan buat Anda. Apakah Anda suka berdoa? Jika ya, apakah
Anda pernah meminta untuk dijadikan orang yang kaya raya? Ehmm.. saya yakin 90%
menjawab “YA”. Bahkan kita semua berfikir bahwa setiap orang ingin dijadikan
kaya. Apakah betul? Sesuatu yang aneh bila ada orang yang tidak ingin menjadi
kaya. Apakah ada orang seperti itu? Ternyata ada sobat.
Untuk privasi,
saya samarkan nama seseorang sebut saja namanya Muhammad dari Jakarta dan
seorang pemuda Subang bernama Jaja. Ketika itu Muhammad melihat Jaja sedang
duduk di serambi masjid sambil memegang tasbih dan bertanya padanya, “Mengapa
kamu selalu berdiam diri di masjid, tidak pergi bekerja?” Jaja berkata pada
Muhammad, “Aku berlindung kepada Allah SWT dari dunia bahkan aku berdoa pada-Nya
agar saya dijadikan miskin.” Mendengar itu Muhammad langsung terbelalak matanya.
Sobat muda,
dari sini kita berfikir, jika orang beriman tidak ingin kaya dan orang berharta
tidak ingin beriman, apa jadinya? Adakah suatu siklus keberkahan pada kehidupan
ini. Sekali lagi, apa jadinya bila seorang yang beriman berfikir bahwa dunia
itu tidak penting hingga ia melupakan urusan dunianya. Ia beranggapan bahwa
harta itu hanya membuatnya lalai dari beribadah kepada Allah. Bila hal ini
terus dianut, dapatkah orang-orang beriman bermal ke banyak yayasan, membangun
sekolah, menyumbang donasi untuk beasiswa, tentu tidak. Jangankan berbuat banyak
seperti itu, yang ada adalah sering mengharap uluran tangan orang lain,
meminta-minta, lapar dan pada akhirnya berada dalam kekufuran. Sebalikya bila seorang
yang berharta tapi ia tidak beriman apa jadinya. Yang ada adalah
menghamburkan-hamburkan hartanya hanya untuk berfoya-foya dan bersuka ria. Sehingga
tidak akan terperhatikan orang-orang yang sangat membutuhkan. Saya mengajak
Anda untuk merenungkan ini. Apa jadinya kalau orang beriman masih berdoa,
berharap agar dijadikan miskin saja. Saya merasakan hal yang sangat patut
dikasihani. Bila orang sudah miskin,cenderung ia akan kufur, rakus dan berpikir
hanya untuk dirnya, perutnya. Hidupnya dikengkang
dengan rantai-rantai kesusahan dan kemiskinan. Apa-apa susah. Terbatas. Tak sempat
untuk beribadah tulus kepada Allah. Jadi lebih banyak kekurangannya. Yah..
gimana ya.
Seyogyanya mu’min
itu harus kuat fisiknya, jiwanya dan yang peting juga kuat keuangannya,
hartanya. Mengapa? Karena saya, Anda, dan kita semua memiliki misi besar di
muka bumi ini yakni menjadi kholifah dan amanah ini diperintukkan kepada
orang-orang yang kuat. Seorang beriman tidak boleh takut kaya. Kalau kata
AaGym,” Kita itu bukan ingin kaya tapi kita emang harus kaya.” Bila orang-orang beriman banyak yang
berharta, maka kehidupan ini akan dipenuhi dengan nilai-nilai kebaikan. Ia akan
sering-sering untuk bershodaqoh tanpa ragu mengeluarkannya, membantu satu sama
lain. Sikap seperti itulah yang harus dimiliki setiap muslim. Beriman dan
berharta.
Sebelum
masuk bahasan artikel ini, saya punya pertanyaan buat Anda. Apakah Anda suka berdoa? Jika ya, apakah
Anda pernah meminta untuk dijadikan orang yang kaya raya? Ehmm.. saya yakin 90%
menjawab “YA”. Bahkan kita semua berfikir bahwa setiap orang ingin dijadikan
kaya. Apakah betul? Sesuatu yang aneh bila ada orang yang tidak ingin menjadi
kaya. Apakah ada orang seperti itu? Ternyata ada sobat.
Untuk privasi,
saya samarkan nama seseorang sebut saja namanya Muhammad dari Jakarta dan
seorang pemuda Subang bernama Jaja. Ketika itu Muhammad melihat Jaja sedang
duduk di serambi masjid sambil memegang tasbih dan bertanya padanya, “Mengapa
kamu selalu berdiam diri di masjid, tidak pergi bekerja?” Jaja berkata pada
Muhammad, “Aku berlindung kepada Allah SWT dari dunia bahkan aku berdoa pada-Nya
agar saya dijadikan miskin.” Mendengar itu Muhammad langsung terbelalak matanya.
Sobat muda,
dari sini kita berfikir, jika orang beriman tidak ingin kaya dan orang berharta
tidak ingin beriman, apa jadinya? Adakah suatu siklus keberkahan pada kehidupan
ini. Sekali lagi, apa jadinya bila seorang yang beriman berfikir bahwa dunia
itu tidak penting hingga ia melupakan urusan dunianya. Ia beranggapan bahwa
harta itu hanya membuatnya lalai dari beribadah kepada Allah. Bila hal ini
terus dianut, dapatkah orang-orang beriman bermal ke banyak yayasan, membangun
sekolah, menyumbang donasi untuk beasiswa, tentu tidak. Jangankan berbuat banyak
seperti itu, yang ada adalah sering mengharap uluran tangan orang lain,
meminta-minta, lapar dan pada akhirnya berada dalam kekufuran. Sebalikya bila seorang
yang berharta tapi ia tidak beriman apa jadinya. Yang ada adalah
menghamburkan-hamburkan hartanya hanya untuk berfoya-foya dan bersuka ria. Sehingga
tidak akan terperhatikan orang-orang yang sangat membutuhkan. Saya mengajak
Anda untuk merenungkan ini. Apa jadinya kalau orang beriman masih berdoa,
berharap agar dijadikan miskin saja. Saya merasakan hal yang sangat patut
dikasihani. Bila orang sudah miskin,cenderung ia akan kufur, rakus dan berpikir
hanya untuk dirnya, perutnya. Hidupnya dikengkang
dengan rantai-rantai kesusahan dan kemiskinan. Apa-apa susah. Terbatas. Tak sempat
untuk beribadah tulus kepada Allah. Jadi lebih banyak kekurangannya. Yah..
gimana ya.
Seyogyanya mu’min
itu harus kuat fisiknya, jiwanya dan yang peting juga kuat keuangannya,
hartanya. Mengapa? Karena saya, Anda, dan kita semua memiliki misi besar di
muka bumi ini yakni menjadi kholifah dan amanah ini diperintukkan kepada
orang-orang yang kuat. Seorang beriman tidak boleh takut kaya. Kalau kata
AaGym,” Kita itu bukan ingin kaya tapi kita emang harus kaya.” Bila orang-orang beriman banyak yang
berharta, maka kehidupan ini akan dipenuhi dengan nilai-nilai kebaikan. Ia akan
sering-sering untuk bershodaqoh tanpa ragu mengeluarkannya, membantu satu sama
lain. Sikap seperti itulah yang harus dimiliki setiap muslim. Beriman dan
berharta.
Komentar
Posting Komentar