Kala itu aku duduk di bangku kelas lima SD. Aku tergoglong siswa yang biasa-biasa saja. Namun aku memiliki satu kegemaran yang sangat aku sukai, yaitu berbisnis. Bagiku, bisnis adalah permainan yang sangat menyenangkan. Karena kita mempromosikan produk yang akan kita jual kepada pembeli dengan gaya bahasa yang membuat mereka harus membeli produk kita.
Tiap sore sehabis pulang sekolah, aku akan melanjutkan aktivitasku pada sore harinya di taman pelajaran Al Quran, biasanya disingkat dengan TPA. Pernah ketika lembaga yang ku ikuti ini mengadakan sebuah perlombaan yang mengasaha skill entepreneurship. Kita diberi waktu dalam satu bulan memasarkan buku Valentino Dinsi yang berjudul “Ajari Anak Bisnis Sejak Dini”. Beliau seorang entrepreneur yang cukup terkenal dengan buku pertamanya “ Jangan Mau Jadi Orang gajian Seumur Hidup” sekaligus beliau juga sebagai founder Let’s Go Indonesia. Harga per bukunya Rp. 45.000 rupiah dan dari setiap penjualan kita akan mendapatkan komisi sebesar Rp. 5000. Perlombaan ini sangat menarik. Aku merasa tertantang dengan lomba ini. Aku pun didaftarkan oleh ibuku yang juga sebagai guru di sana. Setelah itu, bismillah aku mantapkan niat dan mengatur strategi pemasarannya.
Sekolah menjadi pasar utamaku. Tiap hari aku bisa membawa sekitar lima buku untuk dipromosikan. Di sekolahku ada lima puluh lebih guru besrta staf TU. Setiap hari aku hampiri mereka satu persatu. Ada yang sedang berjalan aku hampiri dan membujuknya agar membeli buku ini. Ada pula yang sedang di ruang kantornya, aku meminta izin masuk dan mempromosikan buku tersebut. Negosiasi pasti terjadi di sana. Banyak alasan mengapa bapak harus membeli buku ini. Tak jarang ada yang langsung tertarik membeli dan menundanya karena alasan kantong. “Okelah, bapak nggak bisa beli sekarang tapi kalo tanggal (segini) beli ya. Penting lho pak, kita harus membangun entrepreneurship pada anak sejak dini.” Ujarku kita guru belum bisa membelinya sekarang. Tapi ada juga yang tidak tertarik membeli walau aku sudah ‘menghipnotisnya’. Ya sudahlah, apa boleh buat, aku akan mencari pembeli lain.
Oke, hari sudah sore. Aku harus pulang dan memikirkan target pembeli selanjutnya.
Harus terus berganti. Selalu ada ide-ide baru mengenai teknik pemasaran. Aku pun memcoba untuk memasarkankannya ke orang tua teman-temanku. Aku menjelaskan betapa pentingnya entrepreneurship pada orang tua dan anak kepada temanku. Aku meminta tolong tawarkan kepada orang tuanya, harganya murah lho, Cuma Rp. 45.000. Setelah ia mengiyakan, aku titipkan buku tersebut kepadanya dan ia pun membawa pulang bukunya untuk dipromosikan kepada orang tuanya. Alhamdulillah cara ini berhasil, malah aku mendapatkan tip sebesar Rp. 20.000. Meskipun itu tidak begitu besar, tapi aku sangat senag sekali, seorang pembeli malah memberi uang tambahan untuk seorang penjual, itu menarik bukan. Aku ingat akan hal itu. Dan terus, satu persatu tawarkan kepada orang tua melalui perantara anaknya. Aku begitu menikmati bisnis pemasaran ini.
Hari terus berganti, ternyata tidak selamanya bisnis itu terasa enak. Pernah sewaktu aku sedang memasarkan buku kepada wali kelasku, teman-teman berkerumun ingin ikut melihat buku yang sedang berada di tangan wali kelasku. Beberapa detik setelah wali kelasku memberikan buku itu kepadaku, salah seorang teman merampasnya dengan cara yang tidak menyenangkan. Ia pu n melihat-lihat bukunya. Kemudian ia lemparkan ke arah pintu sehingga bagian ujung pada sampulnya rusak ‘penyok’. Sembari ia berkata, ”woy ! lu lagi miskin ya !? ” Dia menghinaku di depan teman-teman yang lain. Pada saat itu kondisiku benar-benar down sekaligus kesal. Aku tidak membalasnya dangan kataan dan pukulan. Karena aku anak yang tidak suka bertengkar. Aku hanya tertdiam dan menahan rasa sakit hati. Sepulang sekolah, aku ceritakan hal yang terjadi hari ini di sekolah kepada ibuku. Mendengar apa yang ku sampaikan, ibuku mensupportku agar tetap semangat dan sabar. Akhirnya aku kembali bersemangat memasarkan buku karangan Valentino Dinsi itu kembali.
Hari demi hari silih berganti. Setelah kejadian itu, aku banyak mengambil pelajaran. Aku baru mengetahui bahwa bisnis itu tidak selamanya kan terasa manis, ada saat-saat kita akan futur . Entah itu mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari calon pembeli. Aku terus berusaha menjual sebanyak-banyaknya buku kepada guru-guru, orang tua murid, hingga anggota keluarga seperti om, tante, dll.
Hingga tibalah hari pengumuman juara bisnis buku Valentino Dinsi yang berjudul “Ajari anak Berbisnis Sejak Dini”. Rasa harap bercampur padu dengan rasa deg-degkan. Juara tiga, dua diumumkan terlebih dahulu dan alhamdulillah, aku mendapatkan peringkat pertama dengan total penjualan, seingatku sekitar tiga puluhan buku. Hari itu juga aku mendapatkan sertifikat, hadiah-hadiah dan istimewanya aku dan seluruh juara diberikan langsung replica pesawat yang bertuliskan Let’s go Indonesia langsung oleh sang entrepreneur terbaik, Valentine Dinsi. Aku benar-benar senang pada hari itu.
Dari pengalaman menjual buku ini, aku mendapat pelajaran berharga, bahwa setiap orang yang baru atau tengah menjalankan bisnis, ia pasti akan menemumi berbagai rintangan dalam bisnisnya. Oleh karena itu, dibutuhkannya kesabaran dan ketegaran dalam menjalankan sebuah bisnis. Tak peduli siapa yang mencemooh kita. Anggaplah ia sebagai minyak tanah yang membuat kita makin bergejolak merah hingga terbentuklah kobaran api yang besar. Tetap semangat !
Kini, aku benar-benar menikmati bisnis yang tengah aku jalani.
Dan aku harus mempersiapkan langkah-langkah bisnis selanjutnya.
I believe anything is POSSIBLE
I see OPPORTUNITY when others see IMPOSSIBLITY
I take risk I’m focused I hustle
I know that NOTHING is UNREALISTIC
I feel overwhelming LOVE
I embrace my CHILDLIKE WONDER and ceriousity
I take flying leaps into the UNKNOWN
I contribute to something BIGGER than my self
I CREATE I LEARN I GROW I DO
I belive it’s never to late to start living a dream
I’M BILLIONARE
I see OPPORTUNITY when others see IMPOSSIBLITY
I take risk I’m focused I hustle
I know that NOTHING is UNREALISTIC
I feel overwhelming LOVE
I embrace my CHILDLIKE WONDER and ceriousity
I take flying leaps into the UNKNOWN
I contribute to something BIGGER than my self
I CREATE I LEARN I GROW I DO
I belive it’s never to late to start living a dream
I’M BILLIONARE
Menurut saya MIMPI=DOA. Semakin banyak saya bermimpi semakin banyak pula doa saya. Bermimpi dan mencoba mewujudkan adalah wujud ikhtiar saya, mengikuti program ini dan menunggu hasilnya adalah proses tawakal yang harus saya lakukan, dan terakhir adalah doa. Dengan doa kita menjadikan mimpi sebagai harapan. Disanalah istilah mimpi harus diciptakan. Itu tekad saya. A goal is a dream with deadline—Franklin D. Roosevelt. Dari segala mimpi yang saya rangkai dan berusaha mewujudkan itulah saya belajar bahwa menjadi yang terbaik adalah komitmen saya. Saya bukan belajar menjadi seorang pemenang, karena menurut saya menjadi pribadi yang terbaik dengan ikhtiar yang terbaik, tawakal yang terbaik dan doa yang terbaik adalah sebuah keniscayaan. Dengannya, kita akan berjuang sekuat tenaga untuk menggapainya, kita akan lebih bersyukur kepada Tuhan, dan lebih menikmati hidup. Dream and give yourself permission to envision a You that you choose—Jay Page.
BalasHapusjangan pernah menyerah buat menjadi SUKSES!
Semangat yas, aku bersamamu dari jauh saat itu. hehe
betul, mimpi=doa
Hapusterima kasih karena sdh komen